Sebuah tamparan bukan hanya gerakan tangan kencang yang mendarat kasar di pipi. Tamparan sesungguhnya adalah saat kenyataan yang disampaikan orang lain mendarat mulus di hatimu, membuatmu berpikir, lalu tersadar, bahwa selama ini kau tidak cukup baik. Ini bukan kesalahan mereka tapi sebuah sudut pandang objektif yang terkadang kita sendiri tidak menyadarinya. Dan saat tamparan itu terasa, dua pilihan muncul di hadapanmu, menyadarinya lalu memperbaiki atau menyadarinya lalu berhenti sebelum semuanya terlalu jauh. Namun, di luar itu semua yang terpenting adalah kesadaran itu sendiri. Tersadar dengan mata terbelalak hingga tak mampu memejamkan mata seberapa pun lelahnya dirimu. Sadar sesadar-sadarnya bahkan tidur tak bisa membuatmu lupa. Perasaan sesal yang begitu mengganggu. Seketika hati memilih untuk pergi menyadari ketidakpantasan yang ada pada diri. Sayang, strategi perang sudah dibuat dan kaki telah berpijak di medan perang, maka mundur adalah tindakan pengecut. Kini, tidak ada pilihan lain selain memperbaiki dan maju untuk memenangkan peperangan agar tak ada penyesalan jika pun itu mungkin akan jadi peperangan terakhirmu.
No comments:
Post a Comment